Pages

Saturday, April 20, 2013

Menanti Nasib Proyek Pesawat N-219 PTDI

Pemerintah harus membantu PT DI mewujudkan proyek N219 ini agar Indonesia tidak mengalami 'lost generation' yang mampu membuat pesawat terbang. Insinyur-insinyur muda harus meyelesaikan pesawat ini untuk memperoleh pengalaman yang sangat penting dalam menyelesaikan satu siklus pembuatan pesawat. Untuk itu PT DI masih memerlukan suntikan dana sebesar 600 milyar rupiah agar Indonesia tidak mundur lagi ke era 60-an. Dana sebesar itu tidak ada artinya apa-apa dibanding uang BLBI yang dirampok oleh koruptor dan pengusaha hitam sebesar lebih dari 10 Triliun Rupiah, atau tagihan pajak yang digelapkan oleh Asian Agri sebesar 2,5 triliun rupiah. 


Menanti Nasib Proyek Pesawat N-219 PTDI

PTDI menunggu kucuran dana dari kementerian dan lembaga terkait.

ddd
Senin, 15 April 2013, 10:56Iwan Kurniawan





Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso, menyatakan, kelanjutan proyek pesawat N-219 masih menunggu lampu hijau pendanaan dari konsorsium kementerian dan lembaga terkait. Kementerian dan lembaga itu adalah Lapan, BPPT, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Perhubungan.

Budi menjelaskan, untuk membuat N-219 dari nol hingga prototipe membutuhkan dana hingga Rp600 miliar. PTDI telah mengucurkan dana hingga Rp100 miliar untuk membuat desain N-219 dan mempersiapkan subkontraktor. 

"Saat ini, kami sedang menunggu kepastian pendanaan dari konsorsium kementerian," kata Budi Santoso saat ditemuiVIVAnews di kantornya, Bandung, pekan lalu. Baca juga wawancara khusus dengan dirut PTDI:"Kami Seperti Lahir Kembali, Konsumen Mulai Datang". 

Rencananya, sisa anggaran tersebut akan disokong oleh konsorsium kementerian. Ia menjelaskan, PTDI juga telah menganggarkan Rp100 miliar untuk pengembangan proyek ini. Namun, perseroan harus berhati-hati, mengingat anggaran PTDI terbatas. 

"Jika dana ini sudah kami kucurkan dan konsorsium kementerian tidak mendukung, proyek ini dapat gagal lagi seperti N-250," katanya.

Ia menjelaskan, program ini sangat potensial menggantikan DHC-6 Twin Otter yang telah beroperasi puluhan tahun di ujung timur Indonesia. Pesawat N-219 adalah pesawat turboprop bermesin dua dengan kapasitas penumpang 19 orang. N-219 sangat cocok beroperasi di daerah-daerah terpencil dan pegunungan Indonesia.

Selain menggantikan Twin Otter, ia berharap N-219 dapat dijadikan wadah bagi ahli pesawat Indonesia sebagai tempat pendidikan. N-219 merupakan pesawat dengan teknologi sederhana, murah, dan memiliki pangsa pasar tinggi. 

"N-219 dapat digunakan engineer untuk mengetahui cara membuat pesawat terbang dari satu siklus, dari nol hingga terbang. Setelah itu, kami kembangkan ke produk-produk lain seperti CN-235," katanya.

Ia juga meminta Kementerian Perhubungan mendukung proyek ini dan menjadikan N-219 bisa tersertifikasi dan diakui oleh regulator dunia, yaitu EASA dan FAA. "Kalau Kementerian Perhubungan bisa approve dengan EASA, itu salah satu kelebihan Indonesia dibandingkan negara-negara lain," katanya. (art)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...