Awal Juli lalu, Menteri BUMN Dahlan Iskan berkunjung ke salah satu pabrik di Bogor. Pabrik tersebut memproduksi baterai lithium yang akan digunakan untuk mobil listrik garapan Dasep Ahmadi.
Saat itu Dahlan membangga-banggakan produk dari PT Nipress tersebut. Alasannya, dengan produksi baterai di dalam negeri, 50 persen persoalan mobil listrik teratasi.
Kekaguman Dahlan akan produk tersebut diuji. Apakah lithium made in Indonesia itu mampu menggerakkan mobil listrik? Penggagas mobil listrik Dasep Ahmadi mengaku, baterai tersebut akan dipasang di mobil listrik sejenis Alphard yang tengah digarapnya. "Kita sedang uji coba baterai itu, semoga langsung bisa," kata Dasep di Jakarta, Senin (19/8) malam.
Dasep sendiri belum bisa menjamin apakah baterai tersebut bisa maksimal digunakan di mobil listrik atau tidak. Dia juga mengaku belum mengetahui kapasitas dan lama waktunya pemakaian baterai lithium tersebut.
Dalam catatannya, Dahlan Iskan menegaskan bahwa mobil listrik memang harus menggunakan baterai lithium. Dengan lithium untuk kekuatan yang sama hanya diperlukan ukuran yang kecil, hanya 30 persen baterai biasa. Beratnya pun hanya sepertiga berat baterai biasa. Dan yang lebih penting: dengan baterai lithium proses charging-nya bisa cepat.
Waktu meluncurkan baterai lithium pertama made in Indonesia itu, Dahlan diperlihatkan seluruh proses pembuatannya, pengujiannya, laboratoriumnya, dan standarisasinya. Juga sistem modulnya. Ada modul untuk bus listrik, ada modul untuk mobil listrik jenis MPV, ada modul untuk city car, dan ada modul untuk mobil sport.
Modul itu ditentukan berdasar kesepakatan hasil diskusi ilmiah berkali-kali. Salah satunya Bambang Prihandoko dari LIPI yang disebut Dahlan ahli baterai paling top di Indonesia.
"Dengan adanya modul baterai lithium ini maka siapa pun yang ingin memproduksi mobil listrik tidak perlu lagi bingung. Terutama dalam penempatan baterainya. Ikuti saja standar modul yang ditetapkan produsen lithium tersebut," kata Dahlan.
(merdeka.com/noe)
No comments:
Post a Comment